Monday, December 21, 2020

Merana di November, Bagaimana Nasib Emas di Desember? | PT Rifan Financindo




 PT Rifan Financindo  -  Harga emas global berakhir melemah di awal perdagangan Senin (2/12/19) kemarin. Tentunya pelemahan di perdagangan pertama bulan Desember bukan kabar bagus, mengingat di bulan November nasib emas sudah merana.


Peruntungan bagi emas juga masih belum membaik pada hari ini, Selasa (3/11/19), pada pukul 14:15 WIB, harga emas turun tipis 0,03% ke level US$ 1.461,9/troy ons. Sementara Senin kemarin melemah 0,11%, meski lebih baik dari awal perdagangan yang sempat turun 0,7%.

Sepanjang bulan November, harga emas anjlok 3,26%, menjadi penurunan bulan terburuk sejak Juni 2018 yang merosot 3,52%. Penguatan bursa saham global menjadi penekan utama harga emas di bulan November. Bursa saham AS bahkan berkali-kali mencetak rekor tertinggi.

Pelemahan emas sejak Senin kemarin bahkan terjadi saat munculnya risiko perang dagang baru, serta dolar Amerika Serikat (AS) yang terkoreksi tajam. Dua faktor tersebut seharusnya bisa membuat harga emas melesat naik, tetapi nyatanya sampai saat ini masih melempem.



Menjelang dibukanya perdagangan sesi AS Senin kemarin Presiden AS Donald Trump berkicau di akun Twitternya. Presiden AS ke-45 ini kembali mengobarkan perang dagang, kali dengan dengan Brasil dan Argentina. Trump mengatakan akan menerapkan lagi bea masuk importasi baja dan aluminium dari kedua negara tersebut.

"Brasil dan Argentina telah melakukan devaluasi besar-besaran terhadap mata uang mereka, dan hal itu tidak bagus untuk petani kita. Oleh karena itu, efektif secepatnya, saya akan menerapkan lagi bea masuk semua baja dan aluminum yang masuk ke AS dari dua negara tersebut" kata Trump melalui akun Twitternya, sebagaimana dilansir CNBC International.

Dampaknya dari cuitan tersebut, bursa Eropa dan AS rontok pada perdagangan Senin kemarin. Indeks S&P 500 melemah 0,9% menjadi penurunan harian terbesar hampir dalam dua bulan terakhir. Indeks Dowe Jones bernasib sama, turun 0,9%, Nasdaq lebih besar lagi, yakni 1%.

Emas yang menyandang status aset aman (safe haven) biasanya menjadi buruan pelaku pasar, sehingga harganya melesat naik. Apalagi dolar AS sedang mengalami koreksi setelah rilis data ekonomi yang mengecewakan Senin kemarin. Institute for Supply Management (ISM) melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur AS bulan November sebesar 48,1, menurun dibandingkan bulan sebelumnya 48,3.

Angka di bawah 50 berarti kontraksi atau aktivitas yang menurun, ini berarti di bulan November sektor manufaktur AS mengalami kontraksi yang semakin dalam. Dampaknya indeks dolar yang mengukur penguatan mata uang Paman Sam merosot 0,43% dan menyentuh level terlemah dalam satu pekan terakhir.

Emas hanya mampu memangkas pelemahan merespon dua faktor tersebut, belum mampu menguat kembali, dan bisa jadi sinyal buruk bagi performa logam mulia ini di bulan Desember.

Perang dagang AS-China, akan menjadi kunci pergerakan harga emas. Sampai saat ini hubungan kedua negara masih naik turun.

Satu penggerak utama lainnya, outlook suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk sementara tidak bisa diharapkan lagi mendongkrak kinerja emas, malah sebaliknya saat ini menekan turun harga emas.

The Fed sebelumnya telah menegaskan tidak akan menurunkan suku bunga lagi, kecuali ekonomi AS memburuk. Emas belum beruntung, data ekonomi AS belakangan ini dirilis cukup apik, yang menguatkan sikap The Fed tersebut.



Sumber: cnnindonesia

PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment

Jumlah Uang Beredar Naik Jadi Rp 8.721,9 T Berkat Penyaluran Kredit Moncer

Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar pada Januari 2024 mengalami pertumbuhan. Uang beredar mengalami pertumbuhan, salah satunya ditopan...