Thursday, September 15, 2022

Sidang Vonis Digelar Hari Ini, KPK Yakin PT Nindya Karya Diputus Bersalah | PT Rifan Financindo

PT Rifan Financindo  -   Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta bakal menggelar sidang pembacaan putusan kasus korupsi korporasi yang menjerat PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati hari ini. KPK yakin kedua perusahaan itu bakal dinyatakan bersalah.
Hal itu disampaikan Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (15/9). Menurutnya, berdasarkan fakta-fakta persidangan, KPK meyakini PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati akan divonis bersalah.

"Sesuai penetapan Majelis Hakim, hari ini 15/9 dijadwalkan pembacaan putusan perkara terdakwa korporasi PT Nindya Karya dan kawan-kawan," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (15/9/2022).

"Dari seluruh fakta persidangan, kami yakin Majelis Hakim akan sependapat dengan uraian analisis yuridis tuntutan tim Jaksa KPK sehingga para terdakwa dimaksud akan dinyatakan bersalah menurut hukum dan dihukum sebagaimana amar tuntutan," ujarnya.

Ali menjelaskan efek jera pemidanaan tidak harus selalu melalui hukuman penjara. Menurutnya, hukuman denda, pembayaran uang pengganti merupakan hal yang penting dalam memberikan efek jera.

"Sebagai efek jera maka pemidanaan para pelaku korupsi tidak hanya harus dihukum penjara, akan tetapi penting bila meraka pun juga dapat dihukum dengan denda, kewajiban pembayaran uang pengganti dari hasil korupsi yang dinikmatinya serta perampasan asset yang berasal dari kejahatan korupsi," tutup Ali.

Sebelumnya, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dituntut membayar denda masing-masing Rp 900 juta. Keduanya diyakini jaksa KPK merugikan negara Rp 313 miliar terkait pekerjaan Pembangunan Dermaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang (BPKS) Tahun Anggaran 2004-2011.

"Kami Penuntut Umum menuntut agar majelis hakim memutuskan; menyatakan ke dalam PT Nindya Karya Persero dan Terdakwa II PT Tuah Sejati telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar jaksa KPK Agus Prasetya Raharja saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Kamis (4/8/2022).

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa satu PT Nindya karya Persero dan terdakwa II PT Tuah Sejati berupa pidana denda masing-masing sebesar Rp 900 juta dengan ketentuan jika para terpidana tidak membayar denda paling lambat 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap," lanjut jaksa.

Jaksa juga menuntut keduanya membayar uang pengganti. PT Nindya Karya dituntut membayar uang pengganti senilai Rp 44.681.053.100 (miliar), sedangkan PT Tuah Sejati dituntut membayar uang pengganti Rp 49.908.196.378 (miliar).

Dalam hal ini, jaksa menyebut PT Nindya Karya sudah menyerahkan Rp 44 miliar ke KPK dan jaksa meminta hakim agar menetapkan uang itu sebagai pembayaran uang pengganti.

Khusus PT Tuah Sejati, jaksa menuntut, jika PT Tuah Sejati tidak membayar uang pengganti setelah satu bulan putusan inkrah, harta bendanya akan disita untuk dilelang.

"Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, dan apabila terdapat alasan yang kuat jangka waktu sebagaimana dimaksud telah diperpanjang lagi paling lama 1 bulan terpidana tidak membayar uang pengganti dimaksud, maka harta bendanya dapat disiksa oleh jaksa dan hilang untuk membayar uang pengganti tersebut," jelas jaksa.

Jaksa juga meminta hakim menetapkan uang Rp 9.062.489.079 (miliar) dan Aset PT Tuah Sejati yang telah disita diperhitungkan sebagai pengurang uang pengganti.

"Menetapkan terdakwa II PT Tuah Sejati agar tetap mengelola aset usaha berupa stasiun pengisian bahan bakar SPBU, stasiun pengisian bahan bakar nelayan atau SPBBN, dan melanjutkan penyetoran keuangan aset usaha ke rekening penampungan KPK sampai putusan perkara a quo berkekuatan hukum tetap," tegas jaksa.

Jaksa Yakini Dakwaan Terbukti
Jaksa meyakini dua perusahaan itu melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati didakwa merugikan negara Rp 313 miliar. Jaksa mengatakan korupsi itu dilakukan terkait pekerjaan Pembangunan Dermaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang (BPKS) Tahun Anggaran 2004-2011.

ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Jaksa mengatakan perbuatan mereka telah membuat negara rugi ratusan miliar. Adapun penerima keuntungannya adalah:

- Terdakwa I PT Nindya Karya memperkaya diri Rp 44.681.053.100

- Terdakwa II PT Tuah Sejati Rp 49.908.196.378

- Heru Sulaksono Rp 34.055.972.542

- T Syaiful Achmad Rp 7.490.000.000

- Ramadhani Ismy Rp 3.204.500.000

- Sabir Said Rp 12.721.769.404

- Bayu Ardhianto Rp 4.391.616.851

- Syaiful Ma'ali Rp 1.229.925.000

- Taufik Reza Rp Rp 1.350.000.000

- Zainuddin Hamid Rp 7.535.000.000

- Ruslan Abdul Gani Rp 100.000.000

- Zulkarnaen Nyak Abbas Rp 100.000.000

- Ananta Sofwan Rp 977.729.000

- PT Budi Perkasa Alam Rp 14.304.427.332,5

- PT Swarna Baja Pacific Rp1.757.437.767,45 dan pihak-pihak lain Rp129.543.116.165,24.


Berikut proyek yang dikerjakan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati di mana keduanya memperkaya diri dan orang lain:

1. Proyek pembangunan dermaga bongkar Tahun 2004

2. Proyek pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2006

3. Proyek lanjutan pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2007

4. Proyek pembangunan dermaga bongkar tahun 2008

5. Proyek pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2009

6. Proyek pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2010

7. Proyek pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2011.

Jaksa mengatakan dari pengerjaan proyek pada 2004-2011 ada selisih antara penerimaan riil dan biaya riil. Tak hanya itu, ada juga penggelembungan harga satuan dan volume pada proyek itu sehingga merugikan negara Rp 313 miliar.

"Telah merugikan keuangan negara sebesar Rp313.345.743.535,19 dengan rincian; pertama, selisih penerimaan riil dan biaya riil tahun 2004 sampai dengan 2011 sebesar Rp 287.270.626.746,39. Kedua, kekurangan volume terpasang tahun 2006 sampai dengan 2011 sebesar Rp 15.912.202.723,80. Ketiga, penggelembungan harga satuan dan volume pada kontrak subkontraktor sebesar Rp 10.162.914.065," bunyi dakwaan jaksa.


Sumber : news.detik
PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment

Jumlah Uang Beredar Naik Jadi Rp 8.721,9 T Berkat Penyaluran Kredit Moncer

Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar pada Januari 2024 mengalami pertumbuhan. Uang beredar mengalami pertumbuhan, salah satunya ditopan...