Pemerintah telah berkomitmen untuk meningkatkan dukungan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan meluncurkan berbagai kebijakan dan program, termasuk pemberian kredit, pelatihan kewirausahaan, peningkatan infrastruktur dan tentu saja kemudahan dalam hal pajak. Bisa dikatakan bahwa UMKM menjadi anak emas bagi pemerintah karena dianggap memiliki potensi besar untuk terus tumbuh dan memberikan kontribusi signifikan dalam memajukan perekonomian negara.
Direktorat Jenderal Pajak juga telah beberapa kali memberikan sejumlah insentif perpajakan bagi UMKM guna mendorong pertumbuhan sektor ini. Dimulai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) 46 tahun 2013, PP 23 tahun 2018, dan PP 55 tahun 2022 di mana terlihat semakin turunnya jumlah pajak yang harus ditanggung oleh pelaku UMKM. Mari kita lihat perkembangan insentif pajak bagi UMKM dimulai dari 2013 dengan terbitnya PP 46 tersebut.
PP 46 merupakan awal dari kebijakan yang menyederhanakan dan memberikan insentif pajak bagi pelaku UMKM (dengan omset setahun di bawah Rp 4,8 miliar). Sekadar me-refresh pemahaman kita, regulasi ini mempermudah perhitungan pajak terutang yang harus dibayarkan oleh UMKM, hanya perlu mencatat omset pada bulan tersebut lalu mengalikan dengan 1% tarif pajak penghasilan yang harus dibayar oleh UMKM.
Ilustrasi
Agar kita dapat memahami apa yang dialami oleh pelaku UMKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, berikutnya kita akan menggunakan tokoh fiksi sebut saja Pak Dulah sebagai perwakilan Wajib Pajak UMKM. Pak Dulah mempunyai kegiatan sehari-hari berjualan sate ayam, dalam sehari berhasil menjual 100 tusuk sate, maka dia hanya perlu menyisihkan (sejumlah uang senilai) satu tusuk sate untuk nantinya dibayarkan sebagai pajak penghasilannya.
Pajak yang harus dibayar tersebut bersifat final, yang artinya bukan kredit pajak yang nantinya diperhitungkan dengan pajak yang seharusnya dibayar pada akhir tahun. Gampang kan cara menghitungnya?
Berlanjut dengan terbitnya PP No.23 yang memangkas tarif PPh Final yang harus dibayar pelaku UMKM menjadi hanya setengahnya. Entah disengaja atau suatu kebetulan yang unik, Nomor PP tersebut adalah 23 di mana merupakan setengah dari 46 (nomor PP sebelumnya).
Dengah ketentuan tarif pajak UMKM turun menjadi setengah itu tentu saja membuat Pak Dulah makin semringah, karena dia sekarang hanya perlu menyisihkan setengah tusuk sate untuk pajak yang harus dibayarkan, ketika dia berhasil menjual 100 tusuk sate. Atau, ketika sate Pak Dulah semakin laris dan kini berhasil menjual 200 tusuk, Pak Dulah tetap hanya perlu menyisihkan satu tusuk sate saja untuk pajak yang harus dibayarkan.
Untuk menyetorkan pajak yang harus dibayarkan, Pak Dulah juga tidak merasa kesulitan sama sekali karena saat ini semua bisa dilakukan dengan HP Android made in China-nya, baik saat membuat e-billing di situs djponline.pajak.go.id atau dengan menggunakan aplikasi M-Pajak maupun saat menyetorkan pajaknya, baik melalui m- banking ataupun melalui beberapa aplikasi marketplace, bahkan bisa juga menyetorkan melalui minimarket yang ada di setiap ruas jalan. Pokoknya gampang juga untuk urusan membayar pajak ini.
Kebijakan Berlanjut
Kebijakan pro UMKM ini berlanjut dengan diterbitkannya UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang selanjutnya diturunkan menjadi PP nomor 55 tahun 2022, di mana jika omset Pak Dulah dalam setahun belum mencapai Rp 500 juta, maka belum terutang Pajak Penghasilan. Hati Pak Dulah semakin semringah karena sampai dengan saat ini penjualannya belum mencapai Rp 500 juta, atau sekitar 200.000 tusuk sate dengan harga sate ayam @Rp 2.500 per tusuk, maka Pak Dulah masih belum terutang PPh yang artinya Pak Dulah tidak perlu lagi membuat kode biling dan berjalan ke minimarket untuk menyetorkan pajaknya.
Tetapi sebagaimana diketahui bahwa Indonesia menerapkan sistem perpajakan self assesment, dimana Wajib Pajak harus menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Pak Dulah telah berhasil melaksanakan dua dari tiga prinsip self assesment tersebut melalui HP-nya, yaitu menghitung dan menyetorkan pajaknya secara mandiri, namun ketika akan menjalankan prinsip self assesment yang ketiga tersebut kali ini Pak Dulah mengatakan ribet (susah). Hal ini disebabkan untuk melaporkan pajak sebagai UMKM, Pak Dulah merasa HP kebanggaannya itu tidak bisa membantunya.
Tidak seperti Wajib Pajak Orang Pribadi karyawan yang bisa melaporkan pajaknya cukup dengan menggunakan smartphone masing-masing dengan format SPT Tahunan 1770S/1770SS yang lebih sederhana dari Form 1770, maka pelaku UMKM seperti Pak Dulah masih harus menggunakan Formulir 1770 yang tidak dapat dibuka dan diisi melalui smartphone. Kebanyakan Wajib Pajak UMKM datang ke KPP terdekat untuk meminta bantuan petugas help desk saat akan melaporkan pajaknya.
Belum lagi saat mendekati jatuh tempo, Wajib Pajak harus antre lama untuk mendapatkan layanan dari petugas. Hal inilah yang membuat tingkat kepatuhan pelaporan SPT Tahunan secara nasional masih berada di kisaran 80% dari seluruh WP Orang Pribadi terdaftar dan aktif.
Bagi Wajib Pajak pelaku UMKM mungkin hampir tidak pernah berhubungan dengan laptop atau PC kecuali saat dia harus melaporkan pajaknya tiap awal tahun, karena sampai dengan tulisan ini dibuat, pelaporan SPT untuk Wajib Pajak UMKM belum bisa dilakukan melalui smartphone berbasis sistem operasi Android, tetapi harus menggunakan e-form yang harus dibuka melalui PC atau laptop.
Tantangan
Menjadi sebuah tantangan bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk dapat menyediakan Formulir 1770 atau 1771 khusus untuk UMKM yang lebih sederhana seperti Formulir 1770SS untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, yang dapat dibuka dan dilengkapi melalui sebuah smartphone Android kelas entry level sekalipun.
Bercermin pada sederhananya Formulir 1770SS yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ/2010 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan beserta Petunjuk Pengisiannya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2014, maka Formulir 1770 / 1771 untuk Wajib Pajak UMKM pun tentunya juga dapat dibuat lebih sederhana dengan didukung dengan peraturan perundangan yang menjadi dasar hukum, yang dapat dibuka dan diisi melalui smartphone.
Dengan penyederhanaan tersebut diharapkan dapat mempermudah Wajib Pajak dan petugas, serta akan meningkatkan kepatuhan pelaporan SPT Tahunan bagi Wajib Pajak pelaku UMKM secara signifikan. Sehingga diharapkan ke depannya untuk menjalankan kewajiban perpajakan self assessment dengan taat itu tidak "gampang gampang susah" lagi, melainkan "gampang gampang gampang" -- gampang menghitung, gampang menyetor, dan gampang melapor juga.
Sumber : news.detik
Monday, December 18, 2023
Gampang Gampang Susah Pajak UMKM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Jumlah Uang Beredar Naik Jadi Rp 8.721,9 T Berkat Penyaluran Kredit Moncer
Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar pada Januari 2024 mengalami pertumbuhan. Uang beredar mengalami pertumbuhan, salah satunya ditopan...
-
PT Rifan Financindo - Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah pagi ini melemah. Mata uang Paman Sam turun 11 poin (0,07%) ke Rp 15.179. Meng...
-
PT Rifan Financindo - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini dibuka melemah pada level 6.910. Lalu beberapa menit setelah pembukaan kem...
-
Money laundering atau pencucian uang adalah konversi atau pemindahan dana dengan mengetahui dana tersebut berasal dari suatu tindak pidana. ...
No comments:
Post a Comment