Thursday, July 18, 2019

Bisakah Indonesia Hidup Tanpa Utang? | PT Rifan Financindo

Foto: Kiagoos Auliansyah

PT Rifan Financindo - Posisi utang pemerintah pusat pada akhir semester I-2019 diumumkan sebesar Rp 4.570,17 triliun. Artinya ada tambahan Rp 151,87 triliun utang pemerintah sejak awal tahun hingga akhir Juni 2019.

Seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (17/9/2019), utang pemerintah pusat banyak datang melalui instrumen Surat Berharga Negara (SBN). Porsinya mencapai 82,81% dari total utang pemerintah pusat.

Instrumen uang memang seringkali digunakan oleh pemerintah untuk menambal kekurangan anggaran.

Disebutkan saat ini pendapatan negara masih belum mencukupi untuk menutup pengeluaran (belanja pemerintah), terlebih untuk kebutuhan mendesak.

Dengan mengambil utang baru, pemerintah dapat mendorong kinerja kementerian dan lembaga agar lebih efektif.

Isu besar yang disebutkan Kemenkeu terkait soal utang adalah kesejahteraan masyarakat. Melalui pembangunan infrastruktur, diharapkan aktivitas ekonomi menjadi semakin lancar dan menaikkan taraf kesejahteraan rakyat.

Pembangunan infrastruktur juga merupakan salah satu fokus dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode 2014-2019.

Salah satu instrumen utang yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur adalah Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Melalui SBSN, pemerintah dapat menjalankan 14 proyek pembangunan perkeretaapian yang telah dimulai sejak tahun 2018 dengan nilai mencapai Rp 7,1 triliun. SBSN sendiri menyumbang 14,78% dari total utang pemerintah pusat.

Satu dari 14 proyek yang mendapat pembiayaan dari SBSN adalah Jalur Kerta Api Layang rute Medan-Bandar Khalipah di Sumatera Utara. Rute sepanjang 10,8 kilometer tersebut rencananya akan mulai beroperasi pad April 2019.

Ada pula proyek yang lebih besar, yaitu Jalur Kereta Api rute Makassar-Parepare sepanjang 144 kilometer yang ditargetkan beroperasi pada 2020. Nantinya rute tersebut akan menghubungkan seluruh daratan Sulawesi dalam jaringan kereta api Trans Sulawesi.

Dengan adanya tambahan modal yang berasal dari utang, proyek-proyek tersebut diharapkan dapat berjalan dengan lancar, tanpa hambatan arus kas.

Hal itu pula yang menyebabkan pemerintahan Jokowi dalam tiga tahun pertama mampu membangun infrastruktur senilai Rp 464,72 triliun menggunakan dana pemerintah pusat.

Jumlah yang sangat besar dibanding tiga tahun pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang hanya Rp 67,49 triliun.

Bisa Dilakukan atau Hanya Mimpi?

Akan tetapi pemerintah tetap perlu berhati-hati dalam menarik modal dari utang. Ada satu hal yang berisiko membuat anggaran pemerintah semakin terbebani akibat banyak berutang.

Namanya adalah bunga utang. Saat ini imbal hasil (yield) obligasi pemerintah yang berjangka waktu 10 tahun berada di level 7,11%.

Yield merupakan ukuran obligasi yang sudah memasukkan faktor kupon (bunga), risiko, dan harga. Besaran kupon obligasi pada saat awal penerbitannya biasanya akan setara dengan yield obligasi sejenis yang sudah terbit sebelumnya.

Maka dari itu, jika dalam waktu dekat pemerintah menerbitkan SBN baru, maka bunganya akan berada di kisaran 7%.

Sayangnya, beban keuangan (cost of funds) pemerintah Indonesia tercatat masih yang paling tinggi diantara negara-negara utama ASEAN.

Contohnya Thailand, yang mana yield obligasi tenor 10 tahun hanya 1,99%. Malaysia juga cuman 3,6%.

Penyebab tingginya yield obligasi pemerintah RI adalah peringkat utang yang masih rendah.

Saat ini peringkat utang Indonesia versi Standard % Poor's (S&P) baru BBB. Sementara Thailand dan Malaysia masing-masing BBB dan A-. Berbagai faktor turut mempengaruhi peringkat utang negara, seperti prospek pertumbuhan ekonomi, rasio utang terhadap PDB, dan kebijakan fiskal pemerintah.

Dengan bunga utang yang tinggi, tentu saja anggaran pemerintah semakin banyak beban.

Tercatat pembayaran bunga utang pemerintah sepanjang semester I-2019 mencapai Rp 134,77 triliun atau naik 11,7% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).

Padahal realisasi belanja pemerintah per akhir Juni 2019 sebesar Rp 1.034,51 triliun atau hanya tumbuh 4,08% YoY.

Pembayaran bunga utang semester I-2019 yang sebesar Rp 134,77 triliun hampir juga sama dengan total defisit anggaran sebesar Rp 135,75 triliun.

Artinya andai saja tidak ada pembayaran bunga utang, defisit anggaran hampir tidak terjadi.

Di sisi lain, nilai pembayaran bunga utang pada semester I-2019 (Rp 134,77 triliun) juga hampir setara dengan jumlah net pembiayaan utang periode yang sama (Rp 180,45 triliun). Nyaris 75%.

Net pembiayaan utang merupakan selisih antara penarikan utang baru dan pembayaran pokok cicilan.

Jika net pembiayaan utang pada awalnya tidak memiliki alokasi khusus, dalam arti masuk secara utuh ke dalam kas negara, maka sebagian besar hanya habis untuk membayar bunga utang saja.

Lagi-lagi andai saja pemerintah bisa meningkatkan pendapatan melalui penerimaan perpajakan, boleh jadi utang baru tidak diperlukan.

Dalam hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani terlihat sudah sangat mengusahakan. Berbagai program penggenjotan pajak telah dilakukan, seperti pembayaran pajak online dan program tax amnesti dilakukan untuk meningkatkan pendapatan negara.

Tambahan penerimaan pajak memang bisa jadi solusi atas defisit anggaran. Apalagi hingga saat ini 80% dari belanja pemerintah masih dibiayai dari pajak.

Namun sayangnya rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak (tidak termasuk cukai dan bea impor) sepanjang 2015-2018 hanya sebesar 7,53%. Jauh lebih rendah ketimbang rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak periode 2011-2014 sebesar 11,98%.

Padahal pada tahun 2017, Kemenkeu telah merekrut pegawai negeri untuk ditempatkan pada Direktorat Jenderal Pajak sebanyak lebih dari 2.000 orang.

Penelitian yang dilakukan oleh Mandiri Sekuritas tahun 2016 mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki perbandingan antara kepadatan pegawai pajak dan pendapatan pajak yang paling rendah di antara negara-negara lain.

Sumber: Finance.detik
PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment

Jumlah Uang Beredar Naik Jadi Rp 8.721,9 T Berkat Penyaluran Kredit Moncer

Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar pada Januari 2024 mengalami pertumbuhan. Uang beredar mengalami pertumbuhan, salah satunya ditopan...