Thursday, October 3, 2019

Buruh Janji akan Terus Demo Sampai Tuntutan Dipenuhi | PT Rifan Financindo

Foto: Demo buruh/Achmad Dwi Afriyadi-detikcom

PT Rifan Financindo  -   Ribuan buruh menggelar aksi demo di DPR, kemarin (2/10/2019). Dalam aksinya, buruh menyampaikan tiga tuntutan, yakni menolak revisi Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, menolakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan meminta revisi PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Buruh meminta tuntutannya dipenuhi. Sebab, hal-hal tersebut tidak menguntungkan bagi buruh.

Jika tidak, buruh akan terus-menerus melakukan aksi demo. Simak beritanya dirangkum

Dalam orasinya di depan ribuan buruh, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan tiga tuntutan buruh. Pertama, buruh menolak revisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Menurutnya, hal itu akan menjatuhkan kaum buruh.

"Pertama menolak revisi Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang kita tolak revisinya. Kenapa, karena revisi tersebut bukan memperbaiki nasib kaum buruh tapi menjatuhkan bahkan membuat kaum buruh makin terpuruk di tengah-tengah kebijakan upah murah," kata Said di DPR Jakarta, Rabu (2/10/2019).

Kedua, buruh menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Sebab, itu akan menekan daya beli masyarakat khususnya buruh.

"Kedua kita ingin memastikan DPR dan Presiden menolak kenaikan BPJS Kesehatan. Khususnya kelas 3 akan mengakibatkan daya beli turun. Misal kelas 3 jadi Rp 42 ribu dari Rp 25.500, Rp 42 ribu satu bapak, ibu, tiga anak Rp 42 kali 5 Rp 210 ribu," jelasnya.

Ketiga meminta pemerintah merevisi PP Nomor 78 tentang Pengupahan. Said bilang, dirinya telah bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Said, Jokowi berjanji merevisi PP tersebut.

Said mengatakan, pihaknya menolak revisi UU Ketenagakerjaan karena revisi itu akan merugikan para buruh.

Said menjelaskan, beberapa waktu lalu telah bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pada pertemuan itu, dirinya menanyakan apakah Jokowi telah menerima draf revisi UU Ketenagakerjaan. Said bilang, Jokowi belum menerima draf tersebut.

"Kepada Bapak Presiden kemarin di Istana Bogor, kami menyampaikan apakah pemerintah sudah ada draf revisi UU Ketenagakerjaan. Bapak Presiden mengatakan, belum ada, belum ada diserahkan," jelasnya.

Meski begitu, dirinya mengaku telah menerima informasi di mana isi revisi ini akan merugikan buruh. Isinya, yakni terkait penurunan pesangon dan kenaikan upah 2 tahun sekali.

"Kami mendapatkan informasi dari berbagai sumber yang merugikan kaum buruh dengan revisi antara lain menurunkan nilai pesangon, itu merugikan kaum buruh. Upah dinaikkan 2 tahun sekali, upah minimum itu merugikan kaum buruh. Aksi pemogokan dipersulit padahal itu dibenarkan konstitusi. Penggunaan outsourcing yang sebebas-sebebasnya juga merugikan kaum buruh," paparnya.

Dia bilang, hal itu telah disampaikan Presiden. Menurutnya, Presiden merespons dengan positif.

"Respon presiden positif, bilamana ada revisi akan dilibatkan semua pihak termasuk kaum buruh," tambahnya.

Said Iqbal meminta agar PP 78 direvisi. Sebab, formula pengupahan dalam aturan ini merugikan buruh.

Said bilang, telah bertemu dengan Presiden di mana kepala negara berjanji merevisi aturan tersebut.

"Dalam 3 tuntutan yang kami sampaikan, yang mungkin akan segera sebelum pelantikan yaitu revisi PP Nomor 78. Iya itu dijanjikan Presiden, walaupun Presiden tidak mengatakan sebelum tanggal 20 Oktober, tapi Presiden mengatakan secepatnya, dalam minggu ini bisa diselesaikan dengan membentuk tim bersama ya, yaitu pengusaha, serikat buruh, pemerintah," jelasnya.

PP 78 sendiri mengatur soal skema upah, termasuk kenaikan upah. Dalam PP itu, dijelaskan Said, kenaikan upah dihitung berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, formula itu membuat kenaikan yang diterima buruh menjadi kecil.

"Itu terlalu kecil dan merugikan kaum buruh. Upah jadi kembali upah murah, daya beli menurun, konsumsi menurun, pertumbuhan ekonomi tidak tercapai," jelasnya.

Bukan hanya itu, dia menuturkan tidak adanya keterlibatan buruh dalam penentuan upah. Lantaran, kenaikan upah hanya ditentukan pemerintah.

Said bilang, buruh menuntut agar skema upah kembali seperti semula di mana kenaikan upah berdasarkan perundingan dewan pengupahan.

"Kembali ke mekanisme pengupahan di mana dewan pengupahan yang menentukan penetapan upah minimum, bukan pemerintah pusat berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

"Seluruh dunia saya sebagai ILO Governing Body pengurus pusat ILO seluruh dunia namanya kenaikan upah minimum berdasarkan perundingan dewan pengupahan yang terdiri tiga unsur, buruh, pengusaha dan pemerintah. Bukan ditentukan sepihak pemerintah berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," imbuhnya.

Buruh akan kembali turun ke jalan jika tuntutannya tidak dikabulkan. Namun, Said Iqbal menuturkan bakal mengutamakan 'lobi'.

"Tentu ada aksi lanjutan terus-menerus, bilamana khususnya revisi UU 13 Tahun 2003 tetap akan direvisi. Tapi, kami mengedepankan lobi, yaitu bertemu Bapak Presiden dan kami melihat respon positiif," katanya.

Said mengatakan, belum ada niatan aksi dalam waktu dekat. Dia bilang, sedang menunggu pelantikan Presiden dan melihat upaya pemerintah.

"Beberapa hari ke depan tidak, belum kami persiapkan tapi kami menunggu sampai pelantikan dan setelah pelantikan Presiden apakah ada upaya memenuhi 3 tuntutan kaum buruh hari ini," tutup Said Iqbal.

Sumber: Finance.detik
PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment

Jumlah Uang Beredar Naik Jadi Rp 8.721,9 T Berkat Penyaluran Kredit Moncer

Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar pada Januari 2024 mengalami pertumbuhan. Uang beredar mengalami pertumbuhan, salah satunya ditopan...