Wednesday, December 29, 2021

Kebijakan Moneter Mulai Ketat, Kilau Emas Pudar | PT Rifan Financindo

PT Rifan Financindo  - Harga emas mencatatkan penurunan seiring dengan munculnya bukti bahwa varian virus corona Omicron tidak akan menimbulkan dampak signifikan terhadap pemulihan ekonomi global. 

Dilansir dari Bloomberg pada Rabu (29/12/2021), harga emas di pasar Spot terpantau turun 0,1 persen ke level US$1.805,25 per troy ounce setelah turun 0,3 persen pada Selasa kemarin. Adapun, sepanjang tahun ini, harga logam mulia tercatat terkoreksi hampir 5 persen secara year to date. 

Harga emas menuju ke koreksi tahunan pertamanya dalam 3 tahun seiring dengan pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan sejumlah bank sentral untuk menekan inflasi. Sementara itu, para investor juga memantau ancaman varian Omicron terhadap kegiatan ekonomi. 

 Pakar Imunologi dari Universitas Oxford John Bell menyebutkan, varian baru Omicron ini bukanlah penyakit yang sama dengan virus corona yang ditemukan tahun lalu. Hal tersebut terindikasi dari waktu perawatan untuk pasien varian ini yang lebih pendek dibandingkan varian lain. 

Gnanasekar Thiagarajan, Direktur Commtrendz Risk Management Services Pvt. menyebutkan, kenaikan inflasi, sentimen geopolitik, dan kenaikan jumlah kasus positif varian Omicron sejauh ini masih mendukung tren harga emas. 

Meski demikian, prospek harga emas ke depannya akan ditentukan oleh pergerakan mata uang dolar AS. 

 "Kami memprediksi harga emas akan berada di kisaran US$1.775 hingga US$1.825 per troy ounce," jelasnya dikutip dari Bloomberg. Sebelumnya, Madhavi Mehta, Senior Analyst Kotak Securities Ltd menjelaskan, pergerakan harga emas saat ini mencerminkan stabilitas indeks dolas AS dan imbal hasil obligasi ditengah minimnya sentimen pada akhir tahun.

 “Kekhawatiran terhadap virus corona mulai berkurang, tetapi kenaikan angka kasus positif dan kebijakan pembatasan mobilitas masih akan diperhatikan pasar,” jelasnya dikutip dari Bloomberg. Sementara itu, CEO Singapore Precious Metals Exchange, Victor Foo menuturkan, pergerakan emas diprediksi akan cenderung sideways di kisaran US$1.750 hingga US$1.829 per troy ounce. 

Menurutnya, emas akan menguji level resistance di kisaran US$1.815 dan cenderung sulit naik jika dolar AS tidak melemah. Laporan Commodity Markets Outlook dari Bank Dunia menyebutkan, harga emas turun sekitar 1,3 persen pada kuartal III/2021. 

Koreksi tersebut didorong oleh penurunan minat investor ditengah kenaikan imbal hasil obligasi AS atau US Treasury. Imbal hasil dari Treasury Inflation-Protected Securities (TIPS) tenor 10 tahun tercatat bertambah 10 basis poin pada September 2021. 

Sementara itu, dolar AS juga menguat seiring dengan dimulainya program tapering off. Di sisi lain, tingkat kepemilikan pada Exchange Traded Funds (ETF) emas juga menurun tajam sepanjang kuartal III/2021. 

Penurunan ini disebabkan oleh banyaknya investor asal wilayah Amerika Utara yang keluar dari aset ini “Sementara itu, permintaan terhadap perhiasan emas di China dan India mampu menghambat penurunan harga emas sepanjang tahun ini,” demikian kutipan laporan tersebut.

Harga emas diprediksi akan menguat sekitar 1,5 persen hingga akhir tahun 2021 sebelum terkoreksi sebesar 2,5 persen pada tahun 2022 mendatang. Koreksi tersebut disebabkan oleh kenaikan imbal hasil obligasi AS.


Sumber :  Market.bisnis

PT Rifan Financindo


No comments:

Post a Comment

Jumlah Uang Beredar Naik Jadi Rp 8.721,9 T Berkat Penyaluran Kredit Moncer

Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar pada Januari 2024 mengalami pertumbuhan. Uang beredar mengalami pertumbuhan, salah satunya ditopan...