Monday, November 27, 2023

UMKM Perdana Ekspor Ditagih Rp 118 Juta, Kemenkeu-Bea Cukai Buka Suara

Viral di media sosial perjalanan salah satu UMKM, CV Borneo Aquatic mendapatkan tagihan Rp 118 juta saat baru mau ekspor perdana. Tagihan itu muncul setelah komoditas ekspor sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok.
Awalnya diceritakan pada Agustus 2023 UMKM tersebut mendapat orderan dari Eropa sebanyak 1 kontainer untuk kebutuhan dekorasi akuarium. UMKM tersebut senang bukan main karena transaksinya senilai US$ 12.973 atau Rp 201,56 juta (kurs Rp 15.537).

"Invoice senilai US$ 12.973 membuat kami kegirangan. Senang bisa memberi tambahan pemasukan pada warga yang membutuhkan. Memanfaatkan limbah terbuang menjadi pundi-pundi dolar," tulis kisah tersebut yang diunggah akun @*he*ha*of*i*e, dikutip Minggu (26/11/2023).

Diketahui bahwa UMKM tersebut memanfaatkan limbah batok kelapa untuk dijadikan berbagai komoditas salah satunya batu lava hitam (black lava rock). Setelah dimuat dalam truk kontainer, barang dibawa menuju Pelabuhan Tanjung Priok.

"Semua dokumen lengkap (seperti) packing list, invoice, phytosanitary certificate, sertifikat fumigasi dan lain-lain. Terjadwal muat kapal 25 September 2023," jelasnya.

Dalam prosesnya di lapangan, ternyata Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) pertama ditolak karena disebut ada kesalahan (typo) perbedaan HS Code di PL dengan di PEB. Selain itu, HS Code untuk produk batu dinyatakan masuk barang lartas (dilarang/terbatas).

"Padahal HS Code tersebut dijiplak dari pengalaman sukses ekspor produk yang sama oleh teman yang menggunakan jasa undername sebuah perusahaan forwarder," ungkapnya.

Setelah pihak UMKM tersebut melakukan revisi dan mengajukan ulang, akhirnya Nota Pelayanan Ekspor (NPE) terbit. Alih-alih permasalahan selesai, terdapat pemberitahuan pada 1 Oktober 2023 yang menyatakan kontainer ditahan berdasarkan nota hasil intelijen dan harus dibongkar.

"Batal naik kapal, kontainer dibongkar dan diperiksa. Hasil temuan intelijen ada 1 jenis barang yang di PL 7 pcs tapi ternyata ada 15 pcs. Tidak jadi dipermasalahkan karena hanya kayu lapuk yang terpecah dalam proses bongkar muat dan akhirnya disuruh membuat surat pernyataan bahwa komoditas akan dipergunakan sebagai dekorasi akuarium," tuturnya.

Seakan belum puas, pihak Bea Cukai juga melakukan pengambilan sampel untuk uji laboratorium pada 9 Oktober 2023 dan menjanjikan pelayanan hanya 5-15 hari kerja. Nyatanya hasil baru keluar pada 2 November 2023.

"Alhamdulillah urusan laboratorium kelar dan tidak ditemukan masalah. Hanya memerlukan sedikit perbaikan di pos tarif yang katanya kurang tepat," imbuhnya.

Sampai 10 November 2023, pembatalan PEB belum juga disetujui oleh Bea Cukai. Sampai pada puncaknya muncul estimasi tagihan dari armada pemilik kontainer senilai Rp 118.569.130. Biaya itu disebut muncul dari sejak nota hasil intelijen (NHI) diterbitkan oleh intelijen Bea Cukai.

"Total DND Rp 92.160.000 ditambah storage at terminal Rp 26.409.130 (sehingga) total Rp 118.569.130. Beginilah nasib UMKM, baru belajar ekspor, bukanya mendapat bantuan dan kemudahan, malah kesulitan yang kami dapat. Posisi jadi serba salah. Kalau lanjut harus bayar Rp 118 juta, kalau mundur barang disita," ungkapnya.

Tagihan Bukan dari Bea Cukai
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memastikan biaya Rp 118 juta tersebut bukan dari Bea Cukai, melainkan dari pihak pengiriman (shipping).
"(Permasalahan tersebut) sedang dicek teman-teman BC. Yang jelas Rp 118 juta ini biaya dari shipping, bukan BC," kata Prastowo saat dihubungi.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menjelaskan biaya itu muncul dari pihak Tempat Penimbunan Sementara (TPS) karena komoditas ekspor dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sehingga tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok.

Bea Cukai menjelaskan CV Borneo Aquatic melakukan ekspor dengan PEB nomor 593978 pada 20 September 2023. Tiga hari setelahnya, diterbitkan NHI yang berisi indikasi salah pemberitahuan dengan dugaan adanya jumlah atau jenis barang lain yang tidak diberitahukan dan salah HS Code untuk menghindari ketentuan larangan/pembatasan.

"(Hasil pemeriksaan) dapat disimpulkan bahwa jumlah dan jenis barang sesuai dengan pemberitahuan, barang tidak terkena ketentuan larangan/pembatasan, namun klasifikasi pos tarif atau HS Code kurang tepat," kata Bea Cukai dalam penjelasannya di X atau Twitter.

Atas eksportasi tersebut, dilakukan penanganan lebih lanjut yakni pembatalan PEB. Permohonan pembatalan PEB yang telah dilakukan sejak 7 November 2023 disebut mendapatkan hasil reject berkali-kali, sampai akhirnya baru dinyatakan lengkap dan benar pada 14 November 2023.

Setelah pembatalan PEB, eksportir dapat melanjutkan proses ekspornya dengan mengajukan kembali PEB jika biaya-biaya yang timbul pada proses sebelumnya dengan pihak TPS telah selesai. Nah biaya tagihan itu mencapai Rp 118.569.130.

Bea Cukai Bantu Lakukan Audiensi
Jadi biaya tagihan itu bukan berasal dari Bea Cukai. Kantor di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selaku pihak yang menangani ekspor mengaku sudah berkomunikasi dengan pihak eksportir dan TPS untuk membantu dilakukan audiensi.

"Akan diagendakan audiensi untuk langkah selanjutnya, termasuk dengan pihak TPS untuk mengkomunikasikan terkait jumlah biaya yang timbul," jelas Bea Cukai.

Pihak eksportir yakni CV Borneo Aquatic, kata Bea Cukai, telah mengajukan keringanan biaya ke pihak pelayaran dan akan mengajukan keringanan biaya-biaya timbun ke pihak Jakarta International Container Terminal (JICT).

"Hingga saat ini @beacukaipriok masih menunggu dua surat permohonan tersebut untuk ditindaklanjuti. Pada prinsipnya Bea Cukai siap mendukung UMKM dalam kegiatan ekspor melalui Klinik Ekspor yang tersedia di seluruh Kantor Pelayanan/Kantor Wilayah Bea Cukai di Indonesia mulai asistensi hingga bantuan teknis lainnya. Layanan ini gratis, tidak dipungut biaya," tutup Bea Cukai.

Sumber : Finance.detik

No comments:

Post a Comment

Jumlah Uang Beredar Naik Jadi Rp 8.721,9 T Berkat Penyaluran Kredit Moncer

Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar pada Januari 2024 mengalami pertumbuhan. Uang beredar mengalami pertumbuhan, salah satunya ditopan...